Bukti Kemenangan Islam

"Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu KEMENANGAN YANG GEMILANG." [QS. AL FATH : 1]

Bukti Kemenangan Islam

"Supaya Allah mengampuni dosamu yang telah lalu dan yang akan datang serta menyempurnakan nikmat-Nya kepadamu dan memimpinmu ke jalan yang lurus.Dan supaya Allah menolongmu berupa kekuatan yang tangguh." [QS. AL FATH : 2-3]

Bukti Kemenangan Islam

"Kepunyaan Allah-lah tentara langit dan bumi. Dan Allah, adalah Maha Perkasa dan Bijaksana." [QS. AL FATH : 7]

Bukti Kemenangan Islam

"Sesungguhnya Kami mengutus kamu (Muhammad) sebagai saksi, pembawa berita gembira dan pemberi peringatan. Supaya kalian beriman kepada Allah dan RasulNya, memperkukuh AgamaNya, membesarkanNya, dan bertasbih kepadaNya siang dan malam." [QS. AL FATH : 8-9]

Bukti Kemenangan Islam

"Barangsiapa yang tidak beriman kepada Allah dan RasulNya, maka Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir itu neraka yang bernyala-nyala." [QS. AL FATH : 13]

Bukti Kemenangan Islam

"Dan kepunyaan Allah kekuasaan mutlak di langit dan di bumi. Dia mengampuni orang-orang yang dikendakiNya, dan menyiksa orang-orang yang dikendakiNya pula. Allah adalah Maha Pengampun dan Penyayang." [QS. AL FATH : 14]

Bukti Kemenangan Islam

"Sesungguhnya Allah telah meridhai orang-orang yang beriman, ketika mereka ber-janji-setia denganmu (Muhammad) di bawah pohon kayu. Tuhan telah mengetahui isi hatinya, dan menurunkan ketenteraman kepadanya. Lalu memberi pembalasan dengan kemenangan yang sudah dekat waktunya." [QS. AL FATH : 18]

Bukti Kemenangan Islam

"Dan Tuhan telah menjadikan pula kemenangan-kemenangan yang lain atas negeri-negeri yang belum kamu kuasai, yang oleh Allah telah dipeliharaNya untukmu. Dan Allah, adalah Maha Kuasa atas segala-galanya." [QS. AL FATH : 21]

Bukti Kemenangan Islam

"Kalau orang-orang yang kafir itu berani memerangimu, pastilah mereka kalah (hancur) lari kocar - kacir, lalu mereka tidak memperoleh perlindungan dan pertolongan." [QS. AL FATH : 22]

Bukti Kemenangan Islam

"Begitulah sunnatullah (Ketentuan Allah), yang telah berlaku sejak dahulu. Dan kamu sekali-kali tidak akan menemui perubahan pada sunatullah itu." [QS. AL FATH : 23]

Bukti Kemenangan Islam

"Ketika orang-orang kafir itu timbul perasaan sentimen dalam hatinya, yaitu sentimen jahiliyah, lalu Allah menurunkan ketenteraman hati kepada Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman, dan memantapkan kepadanya kalimat taqwa. Mereka lebih berhak dengan itu dan patut memilikinya. Allah Maha Mengetahui segala-galanya." [QS. AL FATH : 26]

Bukti Kemenangan Islam

"Sesungguhnya Allah akan membuktikan kepada Rasul-Nya, tentang kebenaran mimpinya dengan nyata, yaitu bahwa sungguh kamu PASTI AKAN MEMASUKI MASJIDIL HARAM, insya Allah DALAM KEADAAN AMAN. Ada di antaramu yang mencukur rambut kepala dan ada pula yang hanya mengguntingnya saja, TANPA PERASAAN TAKUT." [QS. AL FATH : 27]

Bukti Kemenangan Islam

"Dia-lah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang haq agar dimenangkan-Nya terhadap semua agama. dan cukuplah Allah sebagai saksi." [QS. AL FATH : 28]

Bukti Kemenangan Islam

"Muhammad itu, adalah utusan Allah. Dan orang-orang yang bersama dengan dia, bersikap keras-tegas terhadap orang-orang kafir. Sebaliknya berkasih sayang di antara sesama mereka. Kamu lihat mereka ruku' dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaanNya. Tanda-tandanya kelihatan pada bekas-bekas sujud di mukanya. Demikianlah sifat-sifat mereka yang diungkapkan di dalam Taurat dan Injil." [QS. AL FATH : 28]

Bukti Kemenangan Islam

"Allah berkendak untuk menjengkelkan hati orang-orang kafir dengan menunjukkan kekuatan orang-orang mukmin. Allah telah menjanjikan ampunan dan pahala yang besar bagi orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh di antara mereka." [QS. AL FATH : 28]

Wednesday, October 10, 2012

Qurban, Keutamaan dan Hukumnya



Definisi
Al-Imam Al-Jauhari t menukil dari Al-Ashmu’i bahwa ada 4 bacaan pada kata
اضحية
1. Dengan mendhammah hamzah:

أُضْحِيَّةٌ
2. Dengan mengkasrah hamzah:

إِضْحِيَّةٌ
Bentuk jamak untuk kedua kata di atas adalah
أَضَاحِي
boleh dengan mentasydid ya` atau tanpa mentasydidnya (takhfif).
3.
ضَحِيَّةٌ
dengan memfathah huruf dhad, bentuk jamaknya
ضَحَايَا
4.
أَضْحَاةٌ
dan bentuk jamaknya adalah
أَضْحَى

Dari asal kata inilah penamaan hari raya
أَضْحَى
diambil. Dikatakan secara bahasa:

ضَحَّى يُضَحِّي تَضْحِيَةً فَهُوَ مُضَحٍّ
Al-Qadhi t menjelaskan: “Disebut demikian karena pelaksanaan (penyembelihan) adalah pada waktu
ضُحًى
(dhuha) yaitu hari mulai siang.”
Adapun definisinya secara syar’i, dijelaskan oleh Al-‘Allamah Abu Thayyib Muhammad Syamsulhaq Al-‘Azhim Abadi   dalam kitabnya ‘Aunul Ma’bud (7/379): “Hewan yang disembelih pada hari nahr (Iedul Adha) dalam rangka taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah l.” (Lihat Al-Majmu’ 8/215, Syarah Muslim 13/93, Fathul Bari 11/115, Subulus Salam 4/166, Nailul Authar 5/196, ‘Aunul Ma’bud 7/379, Adhwa`ul Bayan 3/470)
Syariat dan Keutamaannya
Dalil yang menunjukkan disyariatkannya menyembelih hewan qurban adalah Al-Qur`an, As-Sunnah, dan kesepakatan para ulama.


Adapun dari Al-Qur`an, di antaranya adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
“Maka dirikanlah shalat karena Rabbmu dan sembelihlah hewan qurban.” (Al-Kautsar: 2)


Menurut sebagian ahli tafsir seperti Ikrimah, Mujahid, Qatadah, ‘Atha`, dan yang lainnya,  dalam ayat di atas adalah menyembelih hewan qurban.


Asy-Syinqithi rahimahullahu dalam Adhwa`ul Bayan (3/470) menegaskan: “Tidak samar lagi bahwa menyembelih hewan qurban masuk dalam keumuman ayat ”


Juga keumuman firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
وَالْبُدْنَ جَعَلْنَاهَا لَكُم مِّن شَعَائِرِ اللَّهِ لَكُمْ فِيهَا خَيْرٌ ۖ فَاذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَيْهَا صَوَافَّ ۖ فَإِذَا وَجَبَتْ جُنُوبُهَا فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْقَانِعَ وَالْمُعْتَ
“Dan telah Kami jadikan untuk kamu unta-unta itu sebagian dari syiar Allah, kamu memperoleh kebaikan yang banyak padanya, maka sebutlah olehmu nama Allah ketika kamu menyembelihnya dalam keadaan berdiri (dan telah terikat). Kemudian apabila telah roboh (mati), maka makanlah sebagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta.” (Al-Hajj: 36)


Asy-Syaikh Ahmad bin Yahya An-Najmi dalam kitab Fathur Rabbil Wadud (1/370) berhujjah dengan keumuman ayat di atas untuk menunjukkan syariat menyembelih hewan qurban. Beliau menjelaskan: “Kata ÇáúÈõÏúäó mencakup semua hewan sembelihan baik itu unta, sapi, atau kambing.”
Adapun dalil dari As-Sunnah, ditunjukkan oleh sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan perbuatannya. Di antara sabda beliau adalah hadits Al-Bara` bin ‘Azib radhiyallahu ‘anhu:
“Sesungguhnya yang pertama kali kita mulai pada hari ini adalah shalat. Kemudian kita pulang lalu menyembelih hewan qurban. Barangsiapa berbuat demikian maka dia telah sesuai dengan sunnah kami, dan barangsiapa yang telah menyembelih sebelumnya maka itu hanyalah daging yang dia persembahkan untuk keluarganya, tidak termasuk ibadah nusuk sedikitpun.” (HR. Al-Bukhari no. 5545 dan Muslim no. 1961/7)


Di antara perbuatan beliau adalah hadits Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu:
“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berqurban dengan dua ekor kambing putih kehitaman yang bertanduk. Beliau sembelih sendiri dengan tangannya. Beliau membaca basmalah, bertakbir, dan meletakkan kakinya di sisi leher kambing tersebut.” (HR. Al-Bukhari no. 5554 dan Muslim no. 1966, dan lafadz hadits ini milik beliau)
Adapun ijma’ ulama, dinukilkan kesepakatan ulama oleh Ibnu Qudamah Al-Maqdisi rahimahullahu dalam Asy-Syarhul Kabir (5/157) -Mughni-, Asy-Syaukani rahimahullahu dalam Nailul Authar (5/196) dan Asy-Syinqithi rahimahullahu dalam Adhwa`ul Bayan (3/470)1. Para ulama hanya berbeda pendapat tentang wajib atau sunnahnya.


Adapun keutamaan berqurban, maka dapat diuraikan sebagai berkut:
1. Berqurban merupakan syi’ar-syi’ar Allah Subhanahu wa Ta’ala, sebagaimana yang telah lewat penyebutannya dalam firman Allah Subhanahu wa Ta’ala surat Al-Hajj ayat 36.
2. Berqurban merupakan bagian dari Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, karena beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menganjurkan dan melaksanakannya. Maka setiap muslim yang berqurban seyogianya mencontoh beliau dalam pelaksanaan ibadah yang mulia ini.
3. Berqurban termasuk ibadah yang paling utama. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
لَا شَرِيكَ لَهُ ۖ وَبِذَٰلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِي
“Katakanlah: ‘Sesungguhnya shalatku, sembelihanku, hidup dan matiku hanyalah untuk Allah, Rabb semesta alam. Tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)’.” (Al-An’am: 162-163)
Juga firman-Nya:

فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
“Maka dirikanlah shalat karena Rabbmu dan sembelihlah hewan qurban.” (Al-Kautsar: 2)


Sisi keutamaannya adalah bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam dua ayat di atas menggandengkan ibadah berqurban dengan ibadah shalat yang merupakan rukun Islam kedua. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullahu sebagaimana dalam Majmu’ Fatawa (16/531-532) ketika menafsirkan ayat kedua surat Al-Kautsar menguraikan: “Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan beliau untuk mengumpulkan dua ibadah yang agung ini yaitu shalat dan menyembelih qurban yang menunjukkan sikap taqarrub, tawadhu’, merasa butuh kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, husnuzhan, keyakinan yang kuat dan ketenangan hati kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, janji, perintah, serta keutamaan-Nya.”
Beliau mengatakan lagi: “Oleh sebab itulah, Allah Subhanahu wa Ta’ala menggandengkan keduanya dalam firman-Nya:
قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
“Katakanlah: ‘Sesungguhnya shalatku, sembelihanku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Rabb semesta alam’.” (Al-An’am: 162)


Walhasil, shalat dan menyembelih qurban adalah ibadah paling utama yang dapat mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.”


Beliau juga menegaskan: “Ibadah harta benda yang paling mulia adalah menyembelih qurban, sedangkan ibadah badan yang paling utama adalah shalat.”
Hukum Menyembelih Qurban
Pendapat yang rajih dalam masalah ini adalah bahwa menyembelih qurban hukumnya sunnah muakkadah. Ini adalah pendapat mayoritas ulama. Dalilnya adalah hadits Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Apabila masuk 10 hari Dzulhijjah dan salah seorang dari kalian hendak menyembelih qurban maka janganlah dia mengambil (memotong) rambut dan kulitnya sedikitpun.” (HR. Muslim 1977/39)


Sisi pendalilannya, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyerahkan ibadah qurban kepada kehendak yang menunaikannya. Sedangkan perkara wajib tidak akan dikaitkan dengan kehendak siapapun. Menyembelih hewan qurban berubah menjadi wajib karena nadzar, berdasarkan sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Barangsiapa bernadzar untuk menaati Allah, maka hendaklah dia menaati-Nya.” (HR. Al-Bukhari no. 6696, 6700 dari Aisyah radhiyallahu ‘anha)
Faedah: Atas nama siapakah berqurban itu disunnahkan?
Asy-Syaikh Ibnul ‘Utsaimin rahimahullahu menjawab: “Disunnahkan dari orang yang masih hidup, bukan dari orang yang telah mati. Oleh sebab itulah, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah berqurban atas nama seorangpun yang telah mati. Tidak untuk istrinya, Khadijah radhiyallahu ‘anha, yang paling beliau cintai. Tidak juga untuk Hamzah radhiyallahu ‘anhu, paman yang beliau cintai. Tidak pula untuk putra-putri beliau yang telah wafat semasa hidup beliau, padahal mereka adalah bagian dari beliau. Beliau hanya berqurban atas nama diri dan keluarganya. Dan barangsiapa yang memasukkan orang yang telah meninggal pada keumuman (keluarga), maka pendapatnya masih ditoleransi. Namun berqurban atas nama yang mati di sini statusnya hanya mengikuti, bukan berdiri sendiri. Oleh karena itu, tidak disyariatkan berqurban atas nama orang yang mati secara tersendiri, karena tidak warid (datang) riwayat dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (Asy-Syarhul Mumti’, 3/423-424 cet. Darul Atsar, lihat pula hal. 389-390)


Berqurban atas nama sang mayit hanya diperbolehkan pada keadaan berikut:
1. Bila sang mayit pernah bernadzar sebelum wafatnya, maka nadzar tersebut dipenuhi karena termasuk nadzar ketaatan.
2. Bila sang mayit berwasiat sebelum wafatnya, wasiat tersebut dapat terlaksana dengan ketentuan tidak melebihi 1/3 harta sang mayit. (Lihat Syarh Bulughil Maram, 6/87-88 karya Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullahu)
Hadits yang menunjukkan kebolehan berqurban atas nama sang mayit adalah dhaif. Diriwayatkan oleh Abu Dawud (no. 2790) dan At-Tirmidzi (no. 1500) dari jalan Syarik, dari Abul Hasna`, dari Al-Hakam, dari Hanasy, dari ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu. Hadits ini dhaif karena beberapa sebab:
1. Syarik adalah Ibnu Abdillah An-Nakha’i Al-Qadhi, dia dhaif karena hafalannya jelek setelah menjabat sebagai qadhi (hakim).
2. Abul Hasna` majhul (tidak dikenal).
3. Hanasy adalah Ibnul Mu’tamir Ash-Shan’ani, pada haditsnya ada kelemahan walau dirinya dinilai shaduq lahu auham (jujur namun punya beberapa kekeliruan) oleh Al-Hafizh dalam Taqrib-nya.
Dan hadits ini dimasukkan oleh Ibnu ‘Adi dalam Al-Kamil (2/844) sebagai salah satu kelemahan Hanasy.
Adapun bila ada yang berqurban atas nama sang mayit, maka amalan tersebut dinilai shadaqah atas nama sang mayit dan masuk pada keumuman hadits:

“Bila seseorang telah mati maka terputuslah amalannya kecuali dari 3 perkara: shadaqah jariyah….” (HR. Muslim no. 1631 dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu)
Wallahul muwaffiq.

Footnote :
1 Juga Asy-Syaikh Ahmad bin Yahya An-Najmi dalam Fathur Rabbil Wadud (1/370).

(Sumber : http://www.asysyariah.com/syariah.php?menu=detil&id_online=573)

Pembangunan Masjid Utsman Bin Affan




Berasal dari amanah para ikhwah salafiyyin Kabupaten Batang, yang berkeinginan membangun sebuah Masjid sebagai center untuk belajar ilmu agama bersama, yang diberi nama Masjid Utsman bin Affan ­-semoga Allah meridhoiNYA-,

Sebagaimana Firman Allah Ta’ala : Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa..” [Al-Ma’idah : 2], 

“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar” [At-Taubah : 71]

Serta jalan untuk Tawakkal kepada Allah Ta’ala, sebagaimana Firman Allah Ta’ala : “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang mengubah apa yang ada pada diri mereka ” [QS.ArRad : 11]

Semoga Allah mempermudah urusan Kami, Barakallahu Fiikum.

Untuk dokumen Review Rencana Masjid Utsman Bin Affan selengkapnya bisa antum download DI SINI