Propaganda-propaganda penghancuran kian menyeruak di tengah kehidupan
kaum muslimin. Tidak pernah terbayang jika mereka tengah diintai oleh
lawan yang kuat dan tangguh, tiba-tiba terdengar satu kaum atau daerah
atau beberapa orang telah menanggalkan baju kemuliaannya dan berpindah
agama. Sesungguhnya banyak cara dan jalan bagi Iblis untuk menjerat dan
menyesatkan hamba-hamba Allah Subhanahu wa Ta’ala serta menggiring
mereka menuju neraka Sa’ir.
Banyak pengikut yang siap dikomando olehnya dalam upaya penghancuran
ini, dan terlalu banyak dalang yang siap menjalankan kemauan Iblis
la’natullah alaih. Banyak pemikir yang siap merancang jalan-jalan
penyesatan. Banyak tokoh agama yang siap membelokkan jalan yang lurus.
Dan banyak da’i yang siap menjadi penyeru kepada jalan Iblis.
Terpeliharalah orang-orang yang dirahmati oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala
dan binasalah orang-orang yang dikehendaki-Nya.
Banyaknya jalan Iblis untuk menjerat lawannya dan banyaknya pendukung
dalam melaksanakan niatnya, mengharuskan kita agar selalu siap
menghadapinya dengan persenjataan yang lengkap dan bekal yang cukup.
Tidak ada senjata yang paling ampuh untuk menghadapi kekuatan Iblis dan
segala manuvernya selain ilmu agama. Dan tidak ada perbekalan yang
lengkap dalam perjalanan jihad melawannya melainkan ketakwaan kepada
Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِن تَتَّقُوا اللَّهَ يَجْعَل لَّكُمْ
فُرْقَانًا وَيُكَفِّرْ عَنكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ
“Hai orang-orang yang beriman, jika kalian bertakwa kepada Allah
niscaya Allah akan menjadikan bagi kalian furqan (pembeda).” (Al-Anfal:
29)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Barangsiapa yang Allah menginginkan kebaikan kepadanya, niscaya Allah akan menjadikan dia faqih dalam agama.”
“Barangsiapa yang berjalan dalam rangka mencari ilmu maka Allah akan mudahkan jalannya menuju surga.”
Wanita dalam Islam
Kaum wanita memiliki kedudukan yang tinggi di dalam Islam dan
memiliki hak yang sama dalam mengamalkan agama. Di mana Allah Subhanahu
wa Ta’ala telah memperlakukan mereka dan membebankan hukum-hukum syariat
sesuai dengan fitrah penciptaannya. Hal ini masuk dalam keumuman
firman-Nya:
لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.” (Al-Baqarah: 286)
Allah Maha Adil dalam menentukan syariat-Nya, dan Maha Bijaksana
dalam meletakkan hukum-hukum-Nya untuk mereka. Allah Subhanahu wa Ta’ala
telah memuliakan mereka dengan berbagai bentuk dan cara. Di antaranya:
1. Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan mereka untuk tinggal di
rumah-rumah mereka, agar terjaga kehormatan mereka. Sebagaimana dalam
surat Al-Ahzab ayat 33:
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ
“Dan hendaklah kalian (para wanita) tetap di rumah kalian.”
2. Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak membebankan mereka untuk mencari
nafkah bagi anak-anak mereka, sebagaimana di dalam surat An-Nisa` ayat
5:
الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ وَبِمَا أَنفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِ
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena
Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian
yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan
sebagian dari harta mereka.” (An-Nisa`: 34)
Dan dalam hadits Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma yang muttafaqun ‘alaih:
“Setiap kalian adalah pemimpin dan kalian akan ditanya tentang kepemimpinan kalian.”
Dan hadits dalam riwayat Abu Dawud (no. 1695):
“Cukup sebagai dosa, seseorang yang menyia-nyiakan tanggungannya.”
3. Kaum wanita diperintahkan untuk menutup seluruh tubuh mereka,
sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam surat Al-Ahzab ayat
59:
يَا
أَيُّهَا النَّبِيُّ قُل لِّأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ
الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِن جَلَابِيبِهِنَّ ۚ ذَٰلِكَ
أَدْنَىٰ أَن يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ ۗ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا
رَّحِيمًا
“Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan
istri-istri orang mukmin: ‘Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke
seluruh tubuh mereka’. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk
dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.”
4. Kaum wanita tidak boleh bepergian dalam sebuah safar melainkan
harus disertai mahram, melihat kondisi seorang wanita yang lemah serta
membutuhkan perlindungan dan pemeliharaan. Sebagaimana dalam riwayat
Al-Imam Al-Bukhari rahimahullahu (no. 1086-1087) dan Muslim
rahimahullahu (no. 1338-1339) dari hadits Ibnu ‘Umar, Abu Hurairah, dan
Abu Sa’id Al-Khudri g.
5. Kaum wanita dilarang ber-tabarruj (bersolek) seperti wanita jahiliah, sebagaimana disebutkan dalam surat Al-Ahzab ayat 33:
وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَىٰ ۖ
“Dan janganlah kamu ber-tabarruj seperti orang-orang jahiliah yang dahulu.”
6. Urusan talak perceraian tidak diserahkan kepada wanita, sebagaimana disebutkan dalam surat Al-Baqarah ayat 236:
لَّا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِن طَلَّقْتُمُ النِّسَاءَ مَا لَمْ تَمَسُّوهُنَّ أَوْ تَفْرِضُوا لَهُنَّ فَرِيضَةً ۚ
“Tidak ada kewajiban membayar (mahar) atas kamu, jika kamu
menceraikan isteri-isterimu sebelum kamu bercampur dengan mereka dan
sebelum kamu menentukan maharnya.”
Juga dalam surat Ath-Thalaq ayat 1:
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ إِذَا طَلَّقْتُمُ النِّسَاءَ فَطَلِّقُوهُنَّ لِعِدَّتِهِنَّ وَأَحْصُوا الْعِدَّةَ ۖ
“Hai Nabi, apabila kamu menceraikan istri-istrimu maka hendaklah kamu
ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya (yang
wajar) dan hitunglah waktu iddah itu.”
Ibnul Qayyim rahimahullahu berkata: “Perceraian di tangan kaum lelaki dan tidak di tangan selainnya.” (Zadul Ma’ad, 5/278)
7. Tidak diwajibkan bagi wanita untuk ikut memikul amanat jihad fi
sabilillah, sebagaimana telah dibebankan kepada kaum lelaki. (lihat
kitab Kasyful Wa’tsa` Bizajril Khubatsa` Ad-Da’in ila Musawatin Nisa`
bir Rijal wa Ilgha` Fawariqil Untsa karya Asy-Syaikh Abu Abdurrahman
Yahya bin ‘Ali Al-Hajuri)
Beberapa bentuk perlakuan Allah Subhanahu wa Ta’ala terhadap kaum
wanita di atas, jika dipelajari dan ditinjau dengan akal yang sehat dan
fitrah yang bersih, akan diketahui bahwa itu semua merupakan cara untuk
menjaga eksistensi wanita. Dan semuanya adalah perlakuan yang bijak dan
adil, sesuai dengan kodrat mereka. Namun berapa dari wanita yang
memahami diri dan kemuliaannya?
Wanita dalam Pandangan Jahiliah
Tidak diragukan lagi bahwa wanita di masa jahiliah tidak memiliki
nilai sedikitpun dalam kehidupan manusia. Mereka tak ubahnya binatang
ternak, yang tergantung kemauan penggembalanya. Mereka ibarat budak
piaraan yang tergantung kemauan tuannya. Dalam keadaan seperti ini,
bagaimanakah wanita diperlakukan di masa tersebut? Bagaimana status
sosialnya menurut mereka?
Sesungguhnya, status sosial wanita menurut bangsa Arab sebelum Islam
sangatlah rendah. Hingga sampai pada tingkat kemunduran dan
keterpurukan, kelemahan dan kehinaan, yang terkadang keadaannya sangat
jauh dari martabat kemanusiaan. Hak-hak mereka diberangus meskipun hanya
menyampaikan sebuah ide dalam urusan hidupnya. Tidak ada hak waris
baginya selama dia sebagai seorang perempuan. Karena adat yang terjadi
di antara mereka adalah prinsip “Tidak bisa mewarisi kecuali orang yang
menghunus pedang dan yang melindungi gadis.” Dia tidak memiliki hak
memprotes atau ikut bermusyawarah dalam urusan suaminya. Segala
urusannya diserahkan kepada walinya. Dan adat bangsa jahiliah yang
paling buruk adalah mengubur hidup-hidup bayi perempuan. Perbuatan ini
menunjukkan puncak kekejaman, kebengisan, dan kebiadaban sebagaimana
telah diisyaratkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala di dalam Kitab-Nya nan
suci:
وَإِذَا الْمَوْءُودَةُ سُئِلَتْ
بِأَيِّ ذَنبٍ قُتِلَتْ
“Dan apabila bayi-bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup ditanya. Karena dosa apakah dia dibunuh?” (At-Takwir: 8-9)
Tujuan bangsa Arab dalam penguburan itu beragam. Di antara mereka ada
yang menguburkan anak perempuan karena mengkhawatirkan kehormatan
mereka dan khawatir mendapat celaan. Karena mereka adalah orang-orang
yang senang melakukan penyerangan dan peperangan. Hal ini bisa
menjadikan anak-anak perempuan mereka menjadi tawanan musuh, menurut
mereka. Ini merupakan puncak kerendahan dan kehinaan. Dan kabilah bangsa
Arab yang pertama kali melakukan penguburan terhadap anak-anak
perempuan mereka adalah kabilah Rabi’ah.
Di antara mereka ada yang mengubur anak perempuan hidup-hidup
disebabkan keadaan hidup yang sangat melilit, sulitnya mata pencaharian,
dan fakir. Kemiskinan itulah mendorong mereka melakukannya. Telah
diceritakan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala di dalam Kitab-Nya:
وَلَا تَقْتُلُوا أَوْلَادَكُمْ خَشْيَةَ إِمْلَاقٍ ۖ نَّحْنُ نَرْزُقُهُمْ وَإِيَّاكُمْ ۚ إِنَّ قَتْلَهُمْ كَانَ خِطْئًا كَبِيرًا
“Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut miskin. Kamilah
yang akan memberi rizki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya
membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar.” (Al-Isra`: 31)
قُلْ
تَعَالَوْا أَتْلُ مَا حَرَّمَ رَبُّكُمْ عَلَيْكُمْ ۖ أَلَّا تُشْرِكُوا
بِهِ شَيْئًا ۖ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا ۖ وَلَا تَقْتُلُوا
أَوْلَادَكُم مِّنْ إِمْلَاقٍ ۖ نَّحْنُ نَرْزُقُكُمْ وَإِيَّاهُ
“Katakanlah: ‘Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh
Rabbmu, yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia,
berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapak, dan janganlah kamu
membunuh anak-anakmu karena takut miskin. Kami akan memberi rizki
kepadamu dan kepada mereka’.” (Al-An’am: 151)
Adapula di antara mereka yang membunuh anak mereka karena kecemburuan
dan khawatir mendatangkan aib. Karena mereka bisa mendatangkan
penyakit, seperti hitam atau gemuk dan sebagainya. Sungguh mereka telah
melakukan perbuatan biadab yang membuat hati luka tersayat dan air mata
berlinang.
Fenomena kedzaliman ini telah menjadi aturan masyarakat dan
diterapkan pada diri perempuan yang tidak berdosa. Islam datang
mengharamkan perbuatan biadab tersebut dan memberi hukuman yang setimpal
bagi orang yang melakukannya.
Wanita dalam Pandangan Orang Kafir
1. Wanita dalam pandangan bangsa Yunani
Yunani digolongkan sebagai bangsa pendahulu yang paling tinggi dan
paling banyak peradabannya. Keadaan kaum wanita pada masa mereka berada
dalam tingkat kemunduran dalam segala segi kehidupan, sehingga mereka
tidak memiliki kedudukan sedikitpun di masyarakat. Bahkan muncul suatu
keyakinan bahwa sesungguhnya kaum wanita adalah penyebab penderitaan dan
musibah bagi seseorang. Sehingga tidak heran jika mereka menempati
posisi yang paling rendah. Karena kedudukan mereka yang rendah itulah,
kaum lelaki tidak duduk bersama mereka dalam satu meja makan.
Pada generasi berikutnya terjadi perubahan akibat arus syahwat,
perangai kebinatangan dan hawa nafsu, yang menarik mereka untuk
memberikan kebebasan kepada kaum wanita dalam urusan yang hanya terbatas
pada seks. Sehingga para wanita tak ubahnya seperti pelacur-pelacur.
Akibatnya, kaum wanita sebagai pelacur menempati posisi yang tinggi.
Mereka menjadi pusat yang dikelilingi oleh segala aktivitas masyarakat
Yunani. Bahkan mereka membuat hikayat-hikayat untuk para pelacur.
2. Wanita dalam pandangan bangsa Romawi
Mereka adalah bangsa yang telah mencapai puncak kejayaan dan
ketinggian setelah bangsa Yunani. Kita melihat aturan-aturan bangsa ini
condong kepada kedzaliman, kejahatan dan penyiksaan kepada kaum wanita.
Di antara ucapan mereka yang berkaitan dengan wanita: “Sesungguhnya
belenggu belum tercabut dan benangnya belum lepas.” Yakni, di dalam
masyarakat mereka, seorang suami memiliki hak yang penuh terhadap
istrinya, sebagaimana hak raja atas rakyatnya. Sehingga dia mengatur
istrinya sesuai dengan hawa nafsunya. Kaum lelaki memandang kaum wanita
hanya sebagai pelampiasan nafsu birahi, tidak lebih dari itu. Mereka
hidup di atas persaingan untuk meraih wanita telanjang. Mereka juga
mempermudah urusan perceraian karena sebab yang sangat sepele. Banyaknya
perceraian itu mengakibatkan para wanita menganggap kebaikan hidup
mereka berdasarkan jumlah suami, tanpa memiliki rasa bersalah dan malu.
Yang lebih aneh dari itu semua, apa yang telah disebutkan oleh Al-Qudai
Jaarum (340-420 M) tentang seorang wanita yang telah menikah terakhir
kali pada hitungan yang ke-23, sementara dia merupakan istri yang ke-21
bagi suaminya yang baru.
Akibat semua itu, negara Romawi hancur dengan kehancuran yang keji
sebagaimana hancurnya bangsa Yunani sebelumnya. Semua itu karena mereka
tenggelam dalam syahwat kebinatangan, yang hal itu tidak pantas terjadi
pada hewan apalagi pada manusia.
3. Wanita di negeri Persia
Sebuah negeri yang telah menguasai hukum di sebagian besar negara,
yang menentukan kekuasaan, membuat undang-undang dan aturan-aturan. Kita
melihat bahwa undang-undang tersebut merendahkan serta mendzalimi kaum
wanita. Mereka menentukan hukuman yang amat sangat berat bagi kaum
wanita hanya dengan kesalahan yang ringan. Pada saat yang sama, kaum
lelaki memiliki kebebasan yang mutlak dan hukuman tidak ditimpakan
kecuali kepada kaum wanita. Sehingga, kalau seorang wanita terjatuh
dalam kesalahan yang berulang-ulang maka dia harus membunuh dirinya
sendiri. Saat itu juga terdapat aturan bahwa kaum wanita dilarang untuk
melakukan pernikahan dengan laki-laki di luar kalangan Zaradashty
(penyembah matahari). Sementara laki-laki memiliki kebebasan mengatur
sesuai dengan nafsunya. Kebiasaan lain adalah bila wanita dalam keadaan
haid, maka dia dipindahkan dari kota ke tempat yang jauh di luar kota.
Tidak ada seorangpun yang boleh mendekatinya kecuali para pelayan yang
menyuguhkan makanan untuknya.
4. Wanita di negeri Cina
Secara umum masyarakat Cina berada dalam kehidupan yang kacau dan
biadab. Mereka bebas berhubungan seks tanpa memiliki rasa malu. Sehingga
anak-anak hanya mengenal ibu mereka dan tidak mengenal bapak mereka.
Dalam masyarakat ini, wanita tidak memiliki hak kecuali menerima
perintah dan melaksanakannya. Tidak boleh memprotes. Masyarakat Cina
dahulu memiliki adat yang mengakar. Di mana seorang ayah harus berjalan
di atas adat yang sudah umum, yaitu wanita tidak berhak memperoleh
warisan dan tidak boleh menuntut harta bapaknya sedikitpun. Mereka juga
menyamakan kaum wanita itu dengan air mengalir yang membersihkan
kotoran, yakni dianggap sebagai kesenangan dan harta warisan.
5. Wanita di India
Keadaan kaum wanita di negeri India tidaklah lebih baik dibanding
keadaan mereka di negeri Yunani dan Romawi. Wanita dalam pandangan
mereka adalah sebagai budak, sedangkan kaum lelaki sebagai tuan. Karena,
dalam pandangan mereka, seorang gadis menjadi budak terhadap bapaknya,
seorang istri menjadi budak bagi suaminya, seorang janda menjadi budak
terhadap anak-anaknya. Keumuman bangsa Hindu berkeyakinan bahwa kaum
wanita merupakan unsur dosa dan penyebab kemunduran perangai serta jiwa.
Bila sang suami meninggal maka dia tidak memiliki hak hidup, sehingga
ia harus mati pada hari ketika suaminya mati, dengan cara dibakar di
atas satu tungku.
6. Wanita dalam pandangan Yahudi
Menurut bangsa Yahudi, wanita adalah makhluk yang hina dan rendah
sebagaimana barang jualan jelek yang di jual di pasar-pasar. Hak-haknya
dirampas, dan mereka diharamkan dari hak waris jika warisan tersebut
berupa harta. Adapun ayah, jika meninggalkan hutang berupa barang
kebutuhan rumah, maka hutang tersebut dibebankan kepada kaum wanita.
Namun jika meninggalkan harta, maka sedikitpun wanita tersebut tidak
mendapatkan bagian. Bila menikah, wanita tidak diberi mahar meskipun
harta calon suaminya berlimpah.
Dan jika harta warisan tersebut kembali ke anak perempuan karena
tidak memiliki saudara laki-laki, maka ia tidak boleh menikah dengan
keturunan yang lain. Ia juga tidak berhak mengalihkan warisannya kepada
keturunan selainnya. Mereka memandang bahwa kaum wanita bagi kaum lelaki
merupakan salah satu pintu Jahannam. Di mana wanita merupakan sebab
yang akan menjerumuskan ke dalam dosa. Di antara anggapan mereka, wanita
adalah sumber segala musibah yang menimpa manusia. Dan mereka meyakini
bahwa kaum wanita merupakan laknat, karena dialah penyebab
menyelewengnya Nabi Adam q.
Jika mereka tengah datang bulan alias haid, konsekuensinya adalah
tidak diajak makan, duduk, serta tidak boleh menyentuh bejana, agar
bejana tersebut tidak menjadi najis. Dia diasingkan di sebuah kemah,
lalu roti dan air ditaruh di depannya. Dan dia tetap berada di kemahnya
sampai dia suci.
7. Wanita dalam pandangan Nasrani
Agama Nasrani datang ke Eropa berupaya untuk mengatasi kekacauan yang
telah meluas di masyarakat Barat ketika itu, yaitu kekacauan etika dan
kemungkaran yang membuat kita miris. Padahal hewan yang lebih rendah
saja jauh dari hal itu. Mereka menetapkan teori-teori yang diyakini
sebagai obat penyembuh terhadap segala marabahaya. Namun kenyataan yang
ada justru sebaliknya. Di antara teori-teori mereka adalah menganggap
wanita sebagai sumber kemaksiatan, asal kejelekan dan kejahatan. Wanita
bagi kaum lelaki adalah salah satu pintu Jahannam. Oleh karena itu,
wanita menjadi sumber gerakan dalam berbuat dosa. (Lihat secara ringkas
kitab Nisa` Haular Rasul karya Mahmud Mahdi Al-Istambuli dan Musthafa
Abu An-Nashr Asy-Syalabi)
Emansipasi, Adakah di dalam Islam?
Jika seruan emansipasi bermotif:
1.Memperjuangkan hak-hak kaum wanita sehingga sama dalam kehidupan dengan hak-hak kaum lelaki,
2.Mengangkat kedudukan kaum wanita agar setara dengan kaum lelaki dalam semua aspek kehidupan,
3.Memerdekakan kaum wanita dari belenggu keterbelakangan sehingga sama dengan kaum lelaki dalam kemajuan,
Tentunya prinsip emansipasi yang demikian sangatlah bertentangan
dengan keadilan Islam sebagai agama yang telah mengatur kehidupan setiap
manusia, sekaligus juga menyelisihi kandungan keindahan wahyu. Di mana
wahyu telah memisahkan serta menentukan bagi laki-laki dan wanita adanya
hak serta kewajiban yang tidak sama. Begitu juga, wahyu telah
menentukan perbedaan-perbedaan dalam banyak perkara, seperti adanya
perbedaan dalam hal penciptaan, bersuci, shalat, pelaksanaan jenazah,
zakat, puasa dan i’tikaf, haji, aqiqah, jihad, kepemimpinan dan perang,
nikah, talak, khulu’, li’an dan ‘iddah, hukum had dan qishash, serta
perbedaan dalam masalah hak waris. (Kasyful Wa’tsa` karya Asy-Syaikh
Yahya Al-Hajuri)
Berjalan di atas ketentuan wahyu, sesungguhnya adalah sebuah
pengangkatan, perjuangan dan kemerdekaan bagi kaum wanita yang sesuai
dengan fitrah penciptaan mereka. Sebaliknya, meninggalkan bimbingan
wahyu akan menyebabkan kehancuran dan kebinasaan.
Bahaya Seruan Emansipasi
Propaganda emansipasi wanita adalah sebuah lagu lama yang diembuskan
oleh musuh-musuh Islam yang bertujuan untuk menghancurkan Islam dan kaum
muslimin. Selama kaum muslimin –terutama kaum wanitanya– konsekuen
dengan agama dan Sunnah Nabinya, tentunya kehidupan mereka akan baik dan
bersih. Dengannya mereka akan mengetahui seluk-beluk musuh. Ini semua
membuat benci musuh-musuh Islam khususnya Yahudi dan Nasrani. Maka
disebarkanlah paham baru ini, emansipasi wanita, untuk memecah belah
umat Islam, memperluas kerusakan di antara mereka, mengeluarkan para
wanita dari rumah-rumah pingitan, serta menghilangkan rasa malu dari
mereka. Setelah semuanya itu terjadi, akan mudah bagi Yahudi dan Nasrani
untuk menguasai dunia Islam serta menghinakan kaum muslimin.
Pada protokol zionis disebutkan: “Kita wajib berusaha memperluas
kerusakan akhlak di setiap penjuru (negara-negara Islam) agar dengan
mudah menguasai mereka.”
Glastone, seorang Inggris yang fanatik mengatakan: “Tidak mungkin
menguasai negara-negara timur (negara-negara Islam) selama kaum
wanitanya tidak menanggalkan hijab dari wajahnya. (Caranya adalah)
menutup Al-Qur`an dari mereka, mendatangkan minuman-minuman keras dan
narkoba, pelacuran, serta kemungkaran-kemungkaran lain yang melemahkan
agama Islam.”
Propaganda emansipasi ini disambut hangat oleh orang-orang yang di
dalam hati mereka ada penyimpangan dan penyelewengan. Orang yang
hidupnya tidak lain kecuali melampiaskan hawa nafsu birahi semata.
Bahkan dukungan-dukungan materi mengucur deras untuk melariskan
propaganda ini. Dukungan terhadap propaganda Yahudi untuk menghancurkan
Islam dan kaum muslimin ini dipimpin oleh ‘Persatuan Yahudi
Internasional dan Salibisme’ seperti:
1. Markus Fahmi, seorang Nasrani, menerbitkan buku yang berjudul
Wanita di Timur tahun 1894 M. Dia menyerukan wajibnya menanggalkan hijab
atas kaum wanita, pergaulan bebas, talak dengan syarat-syarat tertentu
dan larangan kawin lebih dari satu orang.
2. Huda Sya’rawi, seorang wanita didikan Eropa yang setuju dengan
tuan-tuannya untuk mendirikan persatuan istri-istri Mesir. Yang menjadi
sasarannya adalah persamaan hak talak seperti suami, larangan poligami,
kebebasan wanita tanpa hijab, serta pergaulan bebas.
3. Ahli syair, Jamil Shidqi Az-Zuhawis. Dalam syairnya, dia menyuruh
kaum wanita Irak membuang dan membakar hijab, bergaul bebas dengan kaum
pria. Dia juga menyatakan bahwa hijab itu merusak dan merupakan penyakit
dalam masyarakat. (Lihat secara ringkas risalah Al-Huquq Az-Zaujiyah
fil Kitab was Sunnah wa Bayanu Da’wati Hurriyyati Al-Mar`ah karya Hasyim
bin Hamid bin ‘Ajil Ar-Rifa’i)
Kerusakan propaganda ini sesungguhnya telah diketahui oleh
orang-orang yang berakal sehat dan memiliki fitrah yang suci. Cukuplah
melirik bahaya yang akan timbul melalui propaganda ini sebagai salah
satu dari sekian bentuk perang pemikiran (ghazwul fikri) yang
dilancarkan oleh musuh-musuh Islam. Dan propaganda ini tidaklah
bertujuan melainkan untuk mengikis dan menghancurkan aqidah kaum
muslimin.
Emansipasi dan Aqidah
Aqidah mengajarkan agar setiap hamba menjunjung tinggi syi’ar-syi’ar
Islam dan menerima dengan sepenuh hati segala perintah-perintah Allah
Subhanahu wa Ta’ala tanpa memilah-milahnya. Allah Subhanahu wa
Ta’ala–dengan kemahaadilan dan kebijaksanaan-Nya– telah membuat aturan
dan jalan di atas ilmu-Nya, yang harus ditaati dan ditempuh. Semuanya
itu bertujuan agar mereka selamat di dunia dan akhirat.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَمَنْ
أَحْسَنُ دِينًا مِّمَّنْ أَسْلَمَ وَجْهَهُ لِلَّهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ
وَاتَّبَعَ مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا ۗ وَاتَّخَذَ اللَّهُ
إِبْرَاهِيمَ خَلِيلًا
“Dan siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang ikhlas
menyerahkan dirinya kepada Allah, sedangkan diapun mengerjakan kebaikan,
dan ia mengikuti agama Ibrahim yang lurus? Dan Allah mengambil Ibrahim
menjadi khalil-Nya.” (An-Nisa`: 125)
Propaganda emansipasi wanita jelas-jelas menghancurkan prinsip
ketundukan terhadap segala ketentuan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan
pasrah menerima segala keputusan-Nya. Padahal semuanya dibangun di atas
ilmu-Nya, keadilan, dan kebijaksanaan-Nya.
Wallahu a’lam bish-shawab.